Pada fitrahnya manusia itu senang dengan hal-hal baik dan senang berbuat baik. Contoh sederhana, ketika kita sedang bersepeda motor di jalan lalu melihat ada pengendara motor lain yang standard samping masih terpasang ke bawah, lalu dengan senang hati meneriaki motor tersebut guna mengingatkannya. Tanpa perlu melihat ekspresi si pengendara motor, tanpa tahu siapa pengendara motor itu, tanpa perlu mendengar pujian, dan sebagainya, kita langsung tancap gas dengan perasaan yang berbunga-bunga. Dan seterusnya di jalan kita merasa kalau sudah berbuat baik dan ingin berbuat baik lagi dalam bentuk yang lain.
Ketika kita dalam seharian merasa telah berbuat baik, rasanya energi positif selalu menyelimuti hati kita dan sayang untuk tidak berbuat baik atau malah berbuat kejahatan. Baik perbuatan baik maupun buruk, keduanya sama-sama memiliki efek domino. Sebagaimana contoh sederhana di atas, berbuat baik membuat kita ketagihan dan ingin berbuat baik yang lainnya. Begitu pula perbuatan buruk, ketika kita melakukannya, maka perbuatan buruk yang lain akan menyertai. Bukankah kita sering mendengar bahwa kebohongan akan melahirkan kebohongan yang baru? Tentu sebaliknya dengan perbuatan baik, perbuatan buruk akan melahirkan energi negatif di dalam diri dalam kehidupan sehari-hari. Sekali berbuat keburukan, rasanya ingin marah-marah, berbohong lagi dan lagi, mengganggu orang lain, dan lain sebagainya.
Semua tinggal terserah kita ingin menghasilkan energi positif atau energi negatif untuk diri kita sendiri. Bukankah ilmu fisika mengajarkan dalam hukum kekekalan energi disebutkan bahwa energi tidak dapat dibuat atau dihancurkan, melainkan energi dapat diubah dan berubah menjadi bentuk yang lain? Dengan berbuat baik, entah itu kebaikan yang hanya sangat sederhana misal seperti mengingatkan terkait standard tadi atau sekadar menyingkirkan duri di jalan, akan memberi energi positif untuk berbuat baik lagi. Dengan energi positif itu, kita menjadi ramah dengan orang lain, ia menjadi nyaman dengan diri kita, ia pun tertular untuk berbuat baik kepada orang lain lagi, begitu seterusnya.
Salah satu bentuk kebaikan adalah bersedekah, berapa pun nominalnya. Sekali kita bersedekah maka akan membuat kita ketagihan. Dan rasanya ingin bersedekah dalam nominal yang lebih besar lagi, meskipun selisihnya tidak begitu besar. Di hari yang lain, rasanya ingin lebih besar lagi. Tidak percaya? Silakan Anda buktikan sendiri. Dan sekali kita mengeluarkan uang untuk bersedekah, energi positif itu muncul dalam diri. Jadi, ketika Tuhan memerintahkan kita untuk bersedekah dan dijanjikan akan diberi balasan yang lebih besar, bisa jadi energi positif ini adalah nikmat yang besar itu. Meski kita punya uang, tetapi jika tidak pernah bersedekah, sangat mungkin kita tidak merasa nyaman, tenang, dan tenteram malahan rasanya senewen terus. Berbeda jika punya uang lalu bersedekah, rasanya bahagia dan orang lain pun tertular kebahagiaan itu.
Sering kali kita ingin memberikan donasi tetapi terkendala dengan penilaian kita sendiri, mau sedekah di mana. Bukankah pernah ada isu kalau donasi di X nanti penyalurannya di tempat yang tidak jelas. Atau kalau di Y afiliasi belakangnya adalah kelompok yang tidak kredibel. Atau kalau di Z proses sedekahnya sulit. Sebenarnya banyak lembaga ziswaf (zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf) yang telah diakui oleh pemerintah dan benar-benar kredibel. Salah satunya adalah Dompet Dhuafa dimana pendekatan yang dilakukan dalam penyalurannya berbasis budaya melalui kegiatan filantropis.
Rasanya tidak sulit mencari informasi terkait lembaga Dompet Dhuafa ini. Meski saya sering mendengar namanya, tetapi saya tahu tentang program-program pemberdayaanya justru dari akun instagram Pak Zainal Abidin Sidik, seorang motivator sering dikenal Jay Teroris. Di sana saya melihat bagaimana ekonomi masyarakat dikembangkan oleh Dompet Dhuafa, bagaimana para putra terbaik bangsa bersekolah hingga jenjang yang tinggi, dan sebagainya.
Secara sederhana, program-program Dompet Dhuafa diringkas dalam lima pilar. Pilar program-program Dompet Dhuafa tersebut juga mendukung SDGs (Sustainable Development Goals). Kelima pilar tersebut adalah:
(1) Ekonomi yang meliputi pertanian sehat, peternakan rakyat, UMKM dan industri kreatif, dan lain sebaginya yang terkait dengan perekonomian masyarakat.
(2) Kesehatan, dimana Dompet Dhuafa menyelenggarakan fasilitas kesehatan baik rumah sakit maupun klinik.
(3) Pendidikan yang meliputi beastudi hingga penyelenggaraan pendidikan dari tingkat dasar, menengah, bahkan perguruan tinggi.
(4) Sosial yang meliputi Disaster Management Center (DMC), Pusat Bantuan Hukum (PBH), dan program-program lain terkait kehidupan sosial masyarakat.
(5) Dakwah dan budaya. Karena memang salah satu kewajiban kita adalah berdakwah, maka kegiatan filantropis juga berbalut dalam dakwah serta budaya.
Kalau ditanya lembaga ini berafiliasi dengan kelompok mana atau partai mana bagaimana? Secara sederhana, Dompet Dhuafa lahir dari rahim Harian Republika, dimana ia merupakan produk pers yang concern dengan berita-berita Islam.
Berbuat baik, khususnya bersedekah meski menghasilkan energi positif tetapi perbuatan ini tidak mudah untuk dilakukan. Bagaimana tips agar ikhlas dalam bersedekah? Mengutip pesan dari kyai sejuta umat, KH Zainudin MZ (kalau tidak salah beliau juga penggagas berdirinya Dompet Dhuafa), agar kita ikhlas bersedekah, sebenarnya mudah. Kita ibaratkan sedekah itu adalah kita sedang (maaf) buang hajat. Meski tadi malam kita makan makanan mahal bin mewah, tetapi kalau sudah waktunya dikeluarkan ya harus dikeluarkan. Kita tidak lagi eman-eman menyimpannya di dalam perut. Begitu pula harta, jika memang sudah waktunya dikeluarkan (disedekahkan) ya keluarkan saja. Jadi, siap untuk bersedekah? Kenapa masih nanti-nanti? Kalau ditahan bisa mules lho, hehe.
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa"