Ada yang baru tahu kalau Jogja sedang menuju warisan dunia di UNESCO? Ternyata Jogja sudah berproses untuk mendaftarkan diri ke UNESCO ini sejak 2014. Sama, saya juga baru tahu. Terkhusus bagian dari Jogja yang didaftarkan adalah sumbu filosofis yang mencakup dari Tugu Jogja/Pal Putih, Kraton Jogja, hingga Panggung Krapyak. Sumbu filosofis ini yang menjadi cikal bakal ketika Pangeran Mangkubumi mendirikan Yogyakarta.
Sejauh mana kesiapan Yogyakarta menuju warisan dunia? Hal ini yang dibincangkan dalam Talkshow pada 20 April 2021 menjelang berbuka puasa. Diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudhayan) DIY dengan menghadirkan GKR Mangkubumi; Sekda DIY Drs. Kadarmanta Baskara Aji; Plt Kepala Dinas Kebudayaan DIY Sumadi S.H., M.H.; serta Daud A.T M.A. Ph.D selaku tim Yogyakarta Warisan Dunia, dan acara dipandu oleh Martha Sasongko. Acara diselenggarakan secara hibrid dimana ada peserta yang hadir secara luring di lokasi acara dan diikuti oleh dua ratusan peserta lainnya di daring via zoom. Mungkin ada juga yang mengikuti di kanal live yotutube.
Dalam menjadikan warisan dunia, UNESCO telah memberikan panduan dimana ada empat aspek yang harus dipenuhi. Dan di sana, Jogja telah dan terus berbenah agar sesuai dengan yang dipersyaratkan.
1. Outstanding universal value atau memiliki nilai yang tinggi
Dalam hal ini, sangat jelas kalau keberadaan sumbu filosofis memiliki nilai yang sangat tinggi. Bagaimana Pangeran Mangkubumi mendirikan Kraton Jogja penuh dengan perhitungan, antara matematis, politik, serta spiritual. Bagaimana perhitungan pembuatan tugu pal putih di sisi utara dan Panggung Krapyak di sisi selatan, dan bagaimana arsitektur kraton tentu semua itu penuh dengan nilai. Dan lebih luas lagi bagaimana sumbu filosofis ini bersambung dengan sumbu imajiner di mana sisi utara ada di gunung merapi dan sisi selatan di laut selatan.
Bagaimana keberadaan Kraton Jogja yang pada awalnya didirikan dalam akulturasi antara budaya nusantara, Hindu-Budha, dan Islam dan dikemudian hari ditambah dengan budaya barat. Tentu outstanding universal value ini sudah tidak diragukan lagi keberadaannya di Jogja khususnya di sumbu filosofis.
2. Keaslian
Setiap kota di dunia pasti mengalami perkembangan dan di sini UNESCO memaklumi. Tetapi, Keraton Jogja masih tetap dan terus menjaga keaslian baik wujud fisik maupun tradisinya. Banyak hal yang sedang dan terus dipertahankan serta beberapa dikembalikan ke kondisi awal meski tidak sepenuhnya. Contohnya keberadaan pagar di alun-alun utara. Dulu alun-alun dikelilingi oleh pagar. Oleh karena itu Keraton Jogja kembali membuat pagar tersebut meski tidak seperti dulu. Kalau dulu pagar dibuat dari bambu, kini berbahan besi. Yang terpenting adalah bagaimana menumbuhkan keaslian yang pernah ada. Serta tradisi-tradisi keraton yang ada pun masih dan terus dipertahankan.
3. Keutuhan
Hampir mirip dengan keaslian, di sini keutuhan bentuk fisik dan tradisi yang ada di sumbu filosofis masih ada dipertahankan. Meski tidak lagi seperti semula tetapi keberadaanya masih dipertahankan. Contohnya tugu golong gilig yang sempat rubuh karena gempa bumi, kini keberadaanya telah digantikan oleh tugu pal putih. Sisi keutuhan ini mengutamakan semua komponen yang mewakili sumbu filosofis Jogja masih utuh dan terjaga.
4. Management plan
Di sisi ini lah tantangan dan pekerjaan rumah yang terbesar untuk dilakukan, bagaimana mengatur agar sinkron antara keberadaan tiga faktor di atas dengan keberadaan faktor-faktor masyarakat.
Jogja sebagai warisan dunia tentu secara kehidupan masyarakat sudah diakui oleh masyarakat Indonesia maupun mancanegara. Hanya saja kita perlu pangakuan secara resmi dan itu yang memberikan adalah sebuah lembaga bernama UNESCO. Dan untuk mencapai pengakuan resmi tersebut diperlukan dokumen-dokumen agar UNESCO berkenan memberikan sertifikat.
Pemda DIY berperan sebagai fasilitator karena ide pendaftaran Jogja sebagai warisan dunia ini adalah berasal dari masyarakat. Peran Pemda DIY adalah memfasilitasi agar warisan tersebut sebagai pusaka yang nantinya bisa memberi manfaat kepada masyarakat. Dan keberadaan Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis ini berperan sebagai lembaga yang secara khusus mengembalikan keberadaan sumbu filosofis. Balai ini bertugas mengintegrasikan bukan hanya budaya melainkan juga aspek lain termasuk pariwisata serta tugas pengadministrasian. Badan ini yang nantinya juga menjaga agar sumbu filosofis tetap ada.
Apa manfaat Jogja menjadi warisan dunia?
Tentu telah dan akan selalu banyak pertanyaan dari masyarakat tentang apa manfaat yang akan didapat jika nanti Jogja khususnya sumbu filosofis ini diakui sebagai warisan dunia. Apakah pemda DIY sudah melakukan benchmark ke kota lain yang sudah terlebih dahulu diakui sebagai warisan dunia? Tentu sudah. Hasil dari benchmark ini digambarkan bahwa pengakuan sebagai warisan dunia memberi keyakinan kepada masyarakat dunia agar mereka datang. Jika masyarakat datang maka juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat.
"Manfaat bukan hanya tentang materi. Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi, dan Manunggaling Kawula lan Gusti, dulu nilai-nilai ini yang paling penting dalam perjalanan Pangeran Mangkubumi dalam membuka dan yang punya wilayah Jogja ini, membangun dengan arsitektur dan filosofi tinggi. Masyarakat harus tahu tentang sejarah ini agar kita tidak "jagjagan" di tempat yang tidak semestinya, kita tidak akan merusak, dan kita tahu dimana kita berdiri", ungkap GKR Mangkubumi.
Lebih lanjut oleh GKR Mangkubumi, tentu hal tersebut banyak tantangan dan penolakan dari masyarakat sendiri. Padahal dengan tahu sejarah ini, lebih penting daripada materi. Kalau kita mengerti sejarah, kita mengerti dimana kita berdiri, kita mengerti siapa jati diri kita, itu lebih penting daripada "Nek aku digusur entuk opo? Nek filosofi diakui aku entuk opo? (Kalau saya digusur, saya dapat apa? Kalau filosofi diakui saya dapat apa?)".
Sebenarnya kita sudah merasakan apa akibat dari UU Keistimewaan, yang masuk luar biasa tetapi di sisi lain salah satunya penataan semakin kurang. Contohnya, labuhan di Merapi dan Parangkusumo yang merupakan bagian dari sumbu imaginer dan telah ada sejak 1755. Ternyata kawasan tersebut semakin rusak. Iki piye? Apakah hanya memikirkan perut tanpa menyadari bagaimana gunungnya habis, dampak ke masyarkat, laut menjadi kotor, dan lain sebaginya? Jadi perlu ditarik kembali bahwa sejarah tentang asal usul dan jati diri kita siapa maka tidak akan kita mau merusak. Maka edukasi ini penting.
Media yang dimiliki oleh keraton juga berusaha untuk mengedukasi masyarakat tentang apa yang dimiliki. Di satu sisi, keraton mengalami banyak perubahan tetapi di sisi lain banyak yang tetap khususnya terkait tradisi. Media di bawah naungan Gusti Hayu selalu berusaha mengedukasi tentang ini lho budaya dan tradisi yang kita punya serta sejarah-sejarahnya.
Sustainable development yang sekarang digaungkan oleh dunia sebenarnya sudah lama dimiliki oleh Jogja berupa kearifan lokal. Keuntungan selama ini selalu dikaitkan dengan material padahal juga tentang spiritual. Konsep experience economi kini juga sedang berkembang pun juga bisa diterapkan di sumbu filosofis Jogja, lestarikan dahulu maka nanti otomatis manfaat akan datang.
Proses menyadarkan dan memahamkan kembali tentang manfaat tersebut adalah PR bagi kita bersama. Kita harus bangga bahwa kita ini istimewa dan kita memiliki sumbu filosofis bukan hanya sekadar mengucap "saya bangga" tetapi juga kita sadar tentang prinsip hidup dan jati diri kita.
Jadi, siapkah Jogja sebagai warisan dunia? Siapkah kita memiliki world heritage? Jawabannya adalah mari kita siapkan diri kita untuk mewujudkan itu, tutup moderator di penghujung acara.